Makalah Fiqih Shakat Sunnah


FIQIH SHALAT SUNNAH
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Mata Kuliah: Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu: Bapak Kholisin

 












Disusun Oleh:
1.      Ridwan Wijaya                 (1701036098)
2.      Cantika Diah Pralita          (1701036099)
3.      Vivi Alhidayah                 (1701036100)
4.      Muhamad Asrori               (1701036129)
5.      Muhammad Agung S.H    (1701036130)

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017



A.    Pendahuluan
       Shalat adalah satu kewajiban bagi kaum muslim yang sudah mukallaf, dan dikerjakan bagi umat Islam. Shalat memiliki arti yaitu berdo'a , dan secara istilah shalat adalah perbuatan yang dimulai dengan Takbiratul Ihram dan di akhiri dengan salam. Shalat merupakan rukurn Islam yang kedua setelh Syahadat, shalat juga merupakan tiang agama.
       Berbicara tentang shalat, shalat itu ada dua macam yaitu shalat wajib (fardhu) dan shalat sunnah. Shalat sunnah adalah shalat yang dikerjakan di luar shalat fardhu. Shalat sunnah juga bisa disebut dengan pelengkapnya shalat fardhu, ibarat shalat fardhu adalah rumah dan shalat sunnah adalah perekatnya.
       Shalat sunnah juga selalu dikerjakan Rasulullah SAW di waktu pagi atau malam. Shalat sunnah dikerjakan untuk mengharap ridho Allah dan mendekatkan diri kepada Allah. shalat sunnah terbagi menjadi beberapa, yakni Shalat Sunnah Rawatib, Shalat Sunnah Witir,Shalat,  Sunnah Tahajud, Shalat Sunnah Tarawih, Shalat Sunnah Takhiyatul Masjid, Shalat Sunnah Dhuha, Shalat Sunnah Istikharah, Shalat Sunnah Tasbih, Shalat Sunnah Hajat, Shalat Sunnah Taubat, Shalat Sunnah Gerhana (Shalat Kusuf atau Khusuf), Shalat Sunnah Istisqa', Shalat Sunnah Hari Raya (Idul Fiti dan Idul Adha).





B.     Pembahasan
       Shalat-shalat sunnah adalah shalat shalat-shalat di luar kelima shalat fardhu  yang  wajib dikerjakan dalam sehari semalam.
       Dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Abu Daud disebutkan bahwa shalat-shalat sunnah disyariatkan, agar menjadi penyempurna bagi kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi ketika melaksanakan shalat fardhu.
1.      Shalat Sunnah Rawatib Muakad
       Di antara shalat-shalat sunnah yang sangat dianjurkan mengerjakannya secara rutin (rawatib muakad), ialah yang dikerjakan sebelum shalat fardhu dan juga sesudahnya.
       Yang dikerjakan sebelum shalat fardhu disebut shalat sunnah qabliyah, yaitu:
a.       Dua rakaat sebelum shalat subuh (shalat sunnah al-fajr);
b.      Dua rakaaat sebelum shalat zhuhur (boleh juga ditambah dua rakaat lagi yang tidak termasuk rawatib muakad).
       Ada lagi shalat sunnah sebelum shalat fardhu yang tidak termasuk rawatib muakad, yaitu dua atau empat rakaat sebelum shalat asar, dan dua rakaat sebelum shalat maghrib.
       Adapun yang dikerjakan sesudah shalat fardhu disebut shalat sunnah ba'diyah, yaitu:
a.       Dua rakaat sesudah shalat zhuhur (boleh juga ditambah dua rakaat yang termasuk rawatib muakad);
b.      Dua rakaat sesudah shalat maghrib;
c.       Dua rakaat sesudah shalat shalat isya'.
       Dengan demikian, jumlah semua yang termasuk rawatib muakad, yaitu qabliyah dan ba'diyah adalah sepuluh rakaat. Pada shalat-shalat seperti ini, dianjurkan pula membaca surah-surah yang pendek setelah membaca Al-Fatihah.
       Meskipun kesepuluh rakaat sunnah (rawatib muakad) tersebut, semuanya sangat dianjurkan mngerjakannya, namun diantaranya yang snagat dianjurkan adalah keduan rakaat sebelum shalat subuh (sunnah al-fajr). Amat banyak hadits shahih yang memberikan tentang pahalanya yang sangat besar. Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Aisyah r.a, bahwa tidak ada shalat sunnah yang lebih besar perhatian Nabi SAW kepadanya daripada dua rakaat sunnah al-fajr.[1]
2.      Shalat Sunnah Witir
       Shalat witir adalah shalat yang dilaksanakan dengan jumlah rakaat ganjil, minimal satu rakaat dan maksimal tiga belas rakaat. Shalat witir dilaksankan setelah sahalat Isya sampai terbitnya fajar. Shalat witir ini sangat dianjurkan, bahkan menurut ulama Hanafiyah, shalat witir adalah wajib meskipun tidak termasuk ke dalam lima shalat fardu. Alasan yang digunakan oleh mereka adalah sabda Rasulullah SAW: “Shalat witir adalah kewajiban atas setiap muslim; barang siapa ingin melaksanakannya sebanyak lima rakaat, maka diperbolehkan. Dan barang siapa ingin melaksanakannya tiga rakaat, silakan melakukannya. Dan barang siapa ingin melaksanakannya sebanyak dua rakaat saja, silakan melakukannya” (HR. Abu Daud)
       Pelaksanaan shalat witir boleh dilakukan dengan tiga rakaat sekaligus, yaitu saru tasyahud dan satu salam. Boleh juga dilaksanakan dengan dua kali tasyahud dan satu salam seperti shalat Maghrib, dan dengan dua kali salam (jika dilaksanakan dalam tiga rakaat).[2]
        Keutanaan  shalat witir, yaitu membiasakan bangun malam dan shalat lail, mengikuti sunnah Rasulullah SAW agar terhindar dari kejahatan malam, mendapatkan rida dan pahala dari Allah SWT, Allah menyukai yang ganjil, alangkah baiknya jika kita juga menyukai yang ganjil.[3]

3.      Shalat Tahajud (Qiyamul-lail)
       Tahajud artinya meninggalkan tidur (bangun tidur untuk shalat qiyamullail). waktunya dimulai setelah mengerjakan shalat Isya sampai masuknya waktu fajar. Tapi yang lebih afdhal ialah di waktu malam.[4]
a.       Jumlah rakaat shalat tahajud
       Tidak ada ketentuan tentang jumlah shalat tahajud. Karena, ia terlaksana walau hanya dengan satu rakaat witir, setelah shalat isya', dan tidak ada batas maksimalnya. Meskipun demikian, yang paling afdhol ialah membiasakan diri dengan sebelas atau tigabelas rakaat setiap malamnya.
b.      Adab Melaksanakan Shalat Tahajud
1)      Pada waktu hendak tidur di awal malam, hendaklah menguatkan niat untuk bangun bertahajud di pertengahan malam atau akhirnya. Telah dirawikan dari Abu Darda' r.a., bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Barangsiapa mendatangi tempat tidurnya, sambal berniat bangun ditengah malam untuk bertahajud, tetapi ia tertidur sampai pagi hari, akan dicatatkan baginya apa yang diniatkannya. Sedangkan tidurnya pada malam hari adalah sedekah dari Tuhannya." (HR. Nasa'iy dan Ibn Majah).
2)      Apabila seseorang bangun dari tidurnya di tengah malam, disunnahkan menghapus rasa kantuk dari wajahnya, lalu bersiwak (menggosok gigi) dan berwudhu.
3)      Disunnahkan memulai dengan shalat dua rakaat singkat sebagai pembuka, dan setelah itu shalat beberapa rakaat pun sekehendaknya. Dan sebaliknya membagi rangkaian shalat tahajudnya dengan dua rakaat, masing-masing dengan satu kali salam. Kemudian di akhiri dengan satu atau tiga rakaat witir.
4)      Memanjangkan berdiri dalam tahajud (dengan membaca ayat-ayat Al-Qur'an setelah Al-Fatihah) lebih afdhal daripada emanjangka ruku' dan sujud, atau daripada memperbanyak rakaat.
5)      Apabila rasa kantuk sangat memgganggu, sebaiknya menghentikan shalat, dan tidur sebentar sehingga hilang kantuknya.
6)      Dianjurkan bagi seorang suami, apabila bangun untuk bertahajud, membangunkan juga istrinya untuk diajak shalat bersama. Demikian juga sebaliknya, apabila seorang istri bangun terlebih dahulu, dianjurkan pula membangunkan suaminya.
7)      Menetapkan sejumlah tahajud sekadar yang mampu dilaksanakan secara rutian setiap malam, sepanjang hidupnya. Tidak baik meninggalkannya sama sekali setelah itu, atau menguranginya, kecuali dalam keadaan darurat.[5]

4.      Shalat Tarawih
       Tarawih secara bahasa adalah istirahat, karena shalat ini banyak melakukan istirahat setiap selesai dua rakaat atau empat rakaat.
a.       Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
       Sebagian ulama menganjurkan sahalat tarawih sebanyak delapan rakaat ditambah tiga rakaat shalat witir. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a, bahwa Nabi SAW tidak pernah shalat sunah malam hari lebih daripada sebelas rakaat. Sedangkan sebagian ulama lain menganjurkan bahwa jumlah rakaat tarawih adalah dua puluh ditambah tiga rakaat shalat witir. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa pada masa Umar, Utsman, Ali, kaum muslim melaksankan shalat tarawih sebanyak dua puluh rakaat. Dan jumlah itulah yang disetujui oleh mayoritas para ahli fiqh, dari kalangan mazhab Habafi, Hambali, Syafi’i, Daud, Ats-Tsauri, dan lain-lain.
       Di antara dua pendapat tersebut, keduanya dapat dianggap benar, karena kualitas shalat delapan rakaat pada zaman Rasulullah SAW berbeda dengan delapan rakaat pada zaman Umar. Oleh karena itu, Umar berijtihad menambah bilangan rakaat tarawih agar kualitas shalatnya sama dengan shalatnya Rasulullah SAW. Jika dicontohkan, delapan rakaat zaman Rasul menempuh waktu sampai empat jam, dan 20 rakaat zaman Umar pun sama manghabiskan waktu empat jam, dengan tolok ukur selama pelaksanaan shalat tarawih dalam sebulan, al-Qur’n yang 30 juz dapat ditamatkan.
       Mengenai bacaan surah dalam shalat tarawih (qiyamu ramadhan), tidak terdapat suatu keterangan yang jelas dari Nabi SAW. Karena shalat ini pada umumnya dilaksanakan 20 rakaat, maka surah yang dibaca perlu berurutan agar tidak keliru dalam menghitung jumlah rakaaat.[6]
b.      Keutamaan Shalat Tarawih
1)      Shalat tarawih dilakukan untuk menegakkan malam-malam Ramadhan
2)      Apabila dilakukan dengan ikhlas untuk mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosa yang telah lewat[7]

5.      Shalat Tahkiyatul Masjid
       Shalat sunnah yang dilakukan untuk menghormati masjid. Shalat ini dilakukan setiap kali masuk masjid, namun dilarang ketika berada di waktu larangan melakukan shalat. Shalat ini dilakukan 2 rakaat.
Adapun waktu yang dilarang untuk melakukan shalat:
a.       Ba’da subuh sampai terbit fajar;
b.      Ba’da asar sampai terbit matahari;
c.       Saat tepat terbit fajar;
d.      Saat tepat matahari ditengah;
e.       Saat tepat matahari tenggelam.
Keutamaan shalat takhiyatul masjid, yaitu:
a.       Dapat mengantarkan kita pada sebagai hamba yang taat kepada Allah;
b.      Sebagai ungkapan syukur kepada Allah;
c.       Dapat mengikatkan dan memakmurkan masjid.[8]

6.      Shalat Dhuha
       Shalat sunnah Dhuha termasuk sunnah muakad (sangat dianjurkan). Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi SAW pernah berpesan kepadanya agar mengerjakan tiga hal: Puasa tiga hari setiap bulannya, shalat dua rakaat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur di malam hari. (HR. Bukhari dan Muslim).
a.       Waktu Pelaksanaan Shalat Dhuha
       Waktunya dimulai sejak naiknya matahari di pagi hari sepenggalah (setinggi tombak, atau kira-kira pukul tujtuh pagi), dan berakhir pada waktu matahari berada tepat di atas langit (yakni saat masukny waktu zhuhur).[9]
b.      Jumlah Rakaat Shalat Dhuha
       Jumlah rakaat paling sedikit dalam shalat Dhuha adalah dua rakaat, dan maksimal yang pernah dikerjakan Rasulullah SAW adalah delapan rakaat, tetapi menurut riwayat lain adalah dua belas rakaat. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa jumlah rakaat shalat Dhuha tidak terbatas.
Ummu Hani’ berkata:

ان النبي صلي الله عليه وسلم سبحةالضحي ثما ني ركعا ت من كل ركعتين
(رواه ابو داود باءسنادصحيح)
Nabi SAW pernah mengerjakan shalat Dhuha sebanyak delapan rakaat. Pada setiap dua rakaat, beliau mengucapkan salam” (HR. Abu Daud dengan sanad shahih).
Aisyah pun pernah berkata:
كان النبي صلي الله عليه وسلم يصلي الضحي اربع ركعات ويزيد ماشاءالله
(رواه احمد وسلم وابن ماجه)
Nabi SAW mengerjakan shalat Dhuha sebanyak empat rakaat, lalu beliau menambahi rakaat berikutnya tanpa ada hitungan yang pasti” (HR. Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah).
       Adapun keutamaan shalat Dhuha adalah bahwa Allah akan mencukupi segala kebutuhan manusia yang melaksanakan shalat ini. Sebagaimana dari Nuwas bin Sam’an r.a, bahwa Nabi SAW bersabda:
قال الله عز وحل ابن ادم لاتعجزن عن اربع ركعات في او النهار اكفك اخره
(رواه الحاكم والطبر اني ور جاله ثقات)
Allah azza wa jalla berfirman: “Wahai anak Adam, janganlah sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada permulaan siang (yakni shalat Dhuha). Sebab jika engkau senantiasa mengerjakannya, maka Aku akan mencukupkan kebutuhanmu pada sore harinya” (HR. Hakim, Thabarani, dan semua perawinya dapat dipercaya).[10]

7.      Shalat Istikharah
       Dalam kehidupn ini, setiap orang tentu pernah mengalami berbagai masalah, seperti dihadapkan dengan berbagai pilihan (alternatif) yang membuat dirinya bingung, ia pun ragu untuk melakukan hal yang terbaik di antara alternatif-alternatif tersebut. Apabila hal di atas dialami oleh seseorang, maka ia pun disunahkan untuk mengerjakan shalat dua rakaat yang dikenal dengan shalat istikharah. [11]
       Setelah selesai shalat, hendaklah memulai berdo'a dengan mengucapkan pujian-pujian kepada Allah (yakni mengucapkan Alhamdulillah) dan bershalawat untuk Nabi SAW (yakni mengucapkan Allahumma shalli 'ala Muhammad wa ali Muhammad ); kemudian berdo'a memohon dari Allah SWT agar dipilihkan sesuatu yang terbaik bagi kehidupan agama dan dunianya di masa mendatang. Adapun do'a yang diajarkan oleh Nabi SAW kepada para Sahabat ialah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ إنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ , وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ , وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلا أَقْدِرُ , وَتَعْلَمُ وَلا أَعْلَمُ , وَأَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ , اللَّهُمَّ إنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (….) خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ : عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ , فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ , اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ (…. ) شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ : عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ , فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ ارْضِنِي بِه
“Ya Allah, aku memohon petunjuk memilih yang baik dalam pengetahuanMu, aku mohon ditakdirkan yang baik dengan kudratMu, aku mengharapkan kurniaMu yang besar. Engkau Maha Kuasa dan aku adalah hambaMu yang dhaif. Engkau Maha Tahu dan aku adalah hambaMu yang jahil. Engkau Maha Mengetahui semua yang ghaib dan yang tersembunyi. Ya Allah, jika hal ini (….) dalam pengetahuanMu adalah baik bagiku, baik pada agamaku, baik pada kehidupanku sekarang dan masa datang, takdirkanlah dan mudahkanlah bagiku kemudian berilah aku berkah daripadanya.
Tetapi jika dalam ilmuMu hal ini (….) akan membawa bencana bagiku dan bagi agamaku, membawa akibat dalam kehidupanku baik yang sekarang ataupun pada masa akan datang, jauhkanlah ia daripadaku dan jauhkanlah aku daripadanya. Semoga Engkau takdirkan aku pada yang baik, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas setiap sesuatu.”
8.      Shalat Tasbih
       Shalat tasbih merupakan shalat yang dilaksanakan dengan memperbanyak membaca tasbih, tahmid dan tahlil (subhanallah, al-hamdulillah, laa ilaha illallah). shalat ini dapat dilaksanakan empat rakaat. Adapun tata cara shalatnya sama dengan shalat lainnya.[13]
Keutamaan shalat tasbih, yaitu :
a.       Mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan melakukan shalat khusus dengan banyak membaca bacaan tasbih di dalamnya;
b.      Diampuni dosa-dosa yang telah lalu dan yang akan datang, baik yang di sengaja maupun yang tidak disengaja.
Cara pelaksanaan shalat sunnah tasbih, yaitu:
a.       Niat;
b.      Takbiratul ihram;
c.       Membaca iftitah;
d.      Membaca surat Al-fatihah dan membaca surat-surat pendek dan membaca tasbih 15 kali;
e.       Ruku’ dan membaca tasbih 10 kali;
f.       I’tidal dan membaca tasbih 10 kali;
g.      Sujud dan membaca tasbih 10 kali;
h.      Duduk diantara dua sujud dan membaca tasbih 10 kali;
i.        Sujud lagi dan membaca tasbih 10 kali;
j.        Duduk tahiyat akhir dan membaca tasbih 10 kali;
k.      Salam.
       Doa shala tasbih itu dibaca 75 kali untuk setiap rakaat sehingga total pada seluruh shalat tasbih adalah 300 kali.[14]

9.      Shalat Hajat
       Shalat hajat adalah shalat kebutuhan. Artinya, setiap manusia memiliki banyak kebutuhan, dan agar kebutuhan mendapat ridha dan kemudahan untuk mencapainya, diperlukan permohonan kepada Allah SWT, karena hanya Allah yang mampu memenuhi segala kebutuhan seorang hamba. Hadits tentang shalat hajat di riwayatkan oleh Ahmad dari Abdud Darda’ bahwa Nabi SAW bersabda:

من توضا فاسبع الوضوء ثم صلي ركعتين يتمها اعطاه الله ما سال معجلا او ماخرا     
(رواه احمد)
“Barang siapa berwudhu dan menyempurnakannya, kemudian mengerjakan shalat dua rakaat dengan sempurna, maka ia diberi Allah apa saja yang diminta, baik segera maupun lambat”.[15]

10.  Shalat Taubat
       Setiap manusia pastinya tidak luput dari dosa. Manusia yang baik bukanlah manusia yang tidak pernah berdosa, tetapi manusia yang baik adalah manusia yang pernah berbuat dosa tetapi menyadari perbuatannya dan bertobat untuk tidak mengulangi perbuatan dosanya itu. Dalam hal ini, Rasulullah SAW menganjurkan untuk shalat taubat. Sebagaimana keterangan Abu Bakar r.a berikut ini:
“Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:“Tiada seorang pun yang berdosa, kemudian ia berwudhu, lalu mengerjakan shalat serta memohon ampun kepada Allah, melainkan dia diampuni olwh-Nya,”Selanjutnya ia membaca ayat:“Orang-orang yang mengerjakan keburukan atau menganiaya diri sendiri, lalu ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosanya. Dan memang siapa lagi yang kuasa mengampuni dosa-dosa itu selain Allah, lagi pula mereka tidak terus-menerus berbuat dosa, sedangkan mereka juga mengetahui sendiri. Untuk mereka ini disediakan balasan ampunan dari Allah, serta surga yang mengalir beberapa sungai di bawahnya, mereka tetap berdiam di sana untuk selama-lamanya” (HR. Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Majah).[16]

11.  Shalat Gerhana (Shalat Kusuf atau Khusuf)
       Shalat dua rakaat (dengan empat kali berdiri dan empat kali ruku') ketika berlangsungnya gerhana matahari atau bulan, adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan).
       Lebih afdhal ialah melaksanakannya secara berjamaah, walaupun boleh secara sendiri caranya ialah, pada waktu shalat akan dimulai, imam menyerukan: Ash-shalata jami'ah, atau Ash-shalata jami'atan, (sebagai ganti iqamat). Kemudian bertakbiratul ikhram dan membaca Al-Fatihah serta ayat-ayat Al-Qur'an (sebaiknya yang cukup panjang), lalu ruku' dan berdiri kembali (dengan membaca Sami'allahu liman hamidah; Rabbana wa lakal-hamd). Lalu untuk kedua kalinya membaca Al-Fatihah lagi serta ayat-ayat Al-Qur'an (yang sedikit lebih pendek) dari bacaannya pada rakaat yang pertama. Kemudian ruku' (untuk kedua kalinya), lalu berdiri sejenak (sambil mengucapkan Sami'allahu liman hamidah; Rabbana wa lakal-hamd). Dan setelah itu, sujud dua kali. Dengan demikian sempurna sudah rakaat yang pertama.
       Setelah selesai shalat imam mengucapkan khutbah untuk megingatkan manusia akan kuasa Allah yang telah menciptakan seluruh alam ini dengan segala keteraturannya termasuk di dalamnya peristiwa gerhana yang sedang berlangsung. Juga agar mereka memperbanyak do'a, zikir, istighfar, sedekah, dan amal-amal kebajikan.[17]

12.  Shalat Istisqa' (Minta Hujan)
       Shalat istisqa adalah shalat untuk memohon kepada Allah agar diturunkan hujan ketika terjadi kekeringan tanah dan lamanya musim kemarau. Caranya adalah sebagai berikut:
a.        Hendaknya shalat dilaksanakan dengan berjamaah, sebanyak dua rakaat, tanpa adzan dan iqamat. Waktunya kapan saja, selain waktu yang dimakruhkan. Pada rakaaat pertama membaca surh Al-A’la, dan rakaat kedua membaca Al-Ghasiah. Kemudian imam berkhotbah, baik setelah shalat maupun sebelumnya. Seperti dalam keterangan berikut:
“Nabi SAW keluar untuk mengerjakan shalat istisqa disertai sikap merendahkan diri, perlahan-lahan, khusyu, mengenakan pakaian biasa sehari-harinya, serta penuh harapan. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat sebagaimana shalat Hari Raya, tetapi tidak berkhotbah seperti yang sekarang ini” (HR. Bukhari dan Muslim)
b.       Cara kedua adalah memohon hujan ketika berkhotbah pada hari jumat. Hendaknya imam membaca doa kemudian diamini oleh jamaah shalat
c.        Cara lainnya adalah dengan semata-mata berdo’a, bukan pada hari jumat dan bukan pula dengan shalat istisqa, di dalam atau di luar masjid.[18]
13.  Shalat Hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adha)
       Shalat dua hari raya (‘Idain), yakni Idul Fitri dan Idul Adha dilaksanakan dua rakaat dengan dua khotbah. Waktu pelaksanaan hari raya adalah mulai terbit matahari setinggi kita-kira tiga meter, dan berakhir apabila telah tergelincir matahari. Selain  itu, ada beberapa ketentuan dalam shalat dua hari raya, yakni disunahkan mandi, memakai wangi-wangian, mengenakan pakaian yang terbaik, dan makan terlebih dahulu sebalum shalat Idul Fitri. Namun sebaliknya, pada Idul Adha, disunahkan untuk shalat terlebih dahulu baru kemudian makan.[19]

C.    Kesimpulan
       Shalat-shalat sunnah adalah shalat shalat-shalat di luar kelima shalat fardhu  yang  wajib dikerjakan dalam sehari semalam.
Macam-macam shalat sunnah, yaitu:
1.      Shalat Sunnah Rawatib
2.      Shalat Sunnah Witir
3.      Shalat Sunnah Tahajud
4.      Shalat Sunnah Tarawih
5.      Shalat Sunnah Takhiyatul Masjid
6.      Shalat Sunnah Dhuha
7.      Shalat Sunnah Istikharah
8.      Shalat Sunnah Tasbih
9.      Shalat Sunnah Shalat Sunnah Hajat
10.  Shalat Sunnah Taubat
11.  Shalat Sunnah Gerhana (Shalat Kusuf atau Khusuf)
12.  Shalat Sunnah Istisqa'
13.  Shalat Sunnah Hari Raya (Idul Fiti dan Idul Adha)

















DAFTAR PUSTAKA
Al-Habsyi, Muhammad Bagir, Fiqih Praktis 1, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005.
Hartono, Hartono, Tuntunan Shalat Sunnah 1, Solo: Tiga Serangkai, 2009.
Hartono, Hartono, Tuntunan Shalat Sunnah 2, Solo: Tiga Serangkai, 2009.
Hasbiyallah, Hasbiyallah,  Fiqih dan Ushul Fiqih, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.


[1]  Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis 1, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005). Hal 159-160
[2] Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hal 194-195
[3] Hartono, Tuntunan Shalat Sunnah 2, (Solo: Tiga Serangkai, 2009). Hal 100
[4]  Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hal 195
[5] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis 1, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005). Hal 168-169
[6] Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hal 196-197
[7] Hartono, Tuntunan Shalat Sunnah 1, (Solo: Tiga Serangkai, 2009). Hal 27
[8] Hartono, Tuntunan Shalat Sunnah 2, (Solo: Tiga Serangkai, 2009). Hal 7-8
[9] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis 1, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005). Hal 173-174
[10] Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hal 197-198
[11] Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hql 198
[12] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis 1, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005). Hal 175
[13] Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hal 199
[14] Hartono, Tuntunan Shalat Sunnah 2, (Solo: Tiga Serangkai, 2009). Hal 32-50
[15] Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hal 200
[16] Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hal 201
[17] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis 1, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2005). Hal 179
[18] Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hal 202
[19] Hasbiyallah, Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hal 201

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Psikologi Dakwah (Karakteristik Manusia)

Makalah Kerajaan Demak dan Kerajaan Pajang